Kamis, 25 Oktober 2012

Puisi-puisi

Posted by Hari Pendidikan Nasional 2020 15.35, under | No comments

cvclavoz.com


Puisi-puisi Arung Wardana

SETELAH KUTIKAM KAMU DENGAN PERIH

Tak bermaksud aku menikammu
kumaksud menikam baju-bajumu
tak bermaksud aku merobek hatimu
kumaksud merobek sepatu-sepatu brandedmu 
siapa duga
adalah wajahmu selalu kuingat 
dan mengantarkan aku pada pintu-pintu kota
yang acapkali tak selalu ramah
pada tamunya
hingga kinipun
masih membekas kumpulan-kumpulan kaosmu
celana-celanamu
topi-topimu
warna lipstikmu
kursi-kursi kayu itu
sana kamu lihat sendiri
di tepi kolam renang itu
lalu kamu gampang saja
teriaki aku
kalau malam tlah berubah jadi iblis
kalau dingin tlah berubah jadi setan
kalau sore tlah berubah jadi perih
karena tlah menikammu 
mana gunting itu
biar kamu gunting resahku
tak perlu kamu balas tuk menikamku
dengan perih pula
karena cukup dengan perih
aku meminangmu
maka singkirkan
debu-debu di bajumu
topimu
celanamu
seperti aku menyingkirkan perih
dari kenangan sore itu 
kali ini pintu-pintu kota
harap aku mengantarkan selalu
pada terang
dan
bulan
Yogyakarta, Agustus 2012

BATU BATA

Ma’afkan aku Tuanku!
Tak ingin aku menghantammu
dengan kata
tapi kuingin menghantammu
dengan maut
tak ingin aku menghajarmu
dengan lidah
tapi kuingin menghajarmu
dengan darah
tak ingin aku bergulat
dengan urat wajahku
tapi kuingin bergulat
dengan amarahku
kamu bilang kata bisa jadi maut
kamu juga bilang lidah bisa jadi darah
kamu juga pernah bilang wajah bisa jadi amarah
sekaranglah
jadikan aku mautmu
jadikan aku darahmu
jadikan aku amarahmu
kalau semuanya
akan merangkum untaian katamu
jadi lebih indah
dengan membunuhku
kalau semuanya akan mencaci maki
detak jantungku
jadi lebih merekah
dengan meminum darahku
kalau semuanya akan terkubur
jadi mengubur
dengan membunuhku
kalau semuanya akan sirna
sekaranglah
kubur aku
Bangkalan, Agustus 2012

SEMBAHYANG DI BAWAH LANGIT

Ning, sembahyang kita belum usai
Pada sembahyang
di bawah langit
aku mencintai harap
kau memperkenalkan waktu
menyalami garis nasib
yang hampir raib
aku memikul waktu dengan gundah
mencari resah
dari segala tanda yang gelisah
dari segala anugerah yang datang silih berganti
dari segala perumpamaan dan teka teki silang
Di bawah cahaya matahari
aku mengetukmu
di pintu gereja tengah kota
Pada rumah Tuhan
aku sembahyang kembali
memanggil kasihmu
Izinkan aku sembahyang di sisimu
sampai aku menemukan
kau juga sembayang
di antara jawaban yang sedang
aku pikirkan setiap hari
Bangkalan, 26 Agustus 2012

JANGAN LUPA BAWA MANTEL MALAM INI!

Jangan lupa bawa mantel malam ini
begitu juga malam berikutnya
dan malam-malam selanjutnya
yang akan kita rajut bersama
melalui gugusan bintang
untuk menantang asmara
yang sepatutnya datang
mengecap kata yang sempat tak terucap
kalau aku malam ini
akan tumbuh 
jadi malaikat
kan menyelimuti malam
Bawa mantelku ke sini sayang 
selimuti aku
jangan biarkan angin masuk
entah berantah mana yang akan menyerangku
tiba-tiba seperti aku
yang datang
tiba-tiba mencintaimu 
kamu masih ingat hidangan kerinduan 
yang tersaji lewat bakmi godok
kemudian kita aduk menjadi rindu
mungkin cuma aku
tapi cukup itu menjadi
tumbuh 
tenggelam
Kemudian kamu bangunkan aku
melalui kelepak burung dara yang tersaji di rumah itu
itu menjadi sepi yang hampir sirna
dan merana
biarkan
aku tetap memakai mantel itu
dan kamu tetep menyelemutinya
tanpa menunggu cemas
dan cinta yang akan tumbuh
dalam hatimu
tanpa menunggu cemas
di antara lalu lalang
prawiriotaman dan sono sewu
pada bening
dalam hening
kamu sendiri lagi di sini
entah siapa yang kamu nanti
tak lama laki-laki itu datang
kamu cuma termangu
kamu cuma menyanyikan lagu jazz 
sembari menatap jazz warna biru kesukaanmu
seolah memeluk harapan
kamu mendesis
seraya mengucap dusta yang manis
kapankah cinta dan kenangan
pertama kali tumbuh di hatimu
kenapa ingatan begitu rapuh
cinta mungkin sempurna
tapi asmara sering merana
ia tatap kamu
mendekat dan hangat
mencari-cari di mana helai rambutmu
ia pegang
kapan akhir percintaan
kamu terus berjalan
ketika jauh di ulu hatiku terasa sakit
andai aku bisa menjadi angin itu
akan kuhembuskan dalam kasihku
di antara kasihmu
di antara tamu berlalu lalang 
ada resepisonis
dan ada para pelayan hotel
di antara kenanganku denganmu
yang berpangkal manis dan berujung getir
selimuti aku
tanpa usah
memikirkan akan tumbuh
sebuah nasib
yang kan datang
biarkan aku terus mengingatmu 
dalam catatanku seperti
catatan sheakspeare
Selimuti aku tiba
karena dengan tiba
kamu akan kehilangan nasib
kehilangan catatn kaki
yang akan terus mengenang
jadi biarkan mantel itu
menyelimuti dengan caranya sendiri
please
tiba aku sendiri lagi
yang sebenarnya sudah pasrah
pada kisah
masa lalu

Sumber : 
Kompas.com



0 komentar:

Posting Komentar

script type=”text/javascript” src=”http://pamungkaz.googlepages.com/snow.js”>