Sejarah Hari Raya Idul Fitri
Sebelum merayakan Hari Raya Idul Fitri ada baiknya kit abaca
sejarah tentang Hari Raya tersebut, bahwa saya akan memposting artikel dengan
isi tentang Sejarah Hari Raya Idul Fitri dan ini adalah artikel itu.
Selamat membaca…
Hari Raya Pada Zaman
Jahiliyah
Jauh sebelum ajaran Islam turun,
masyarakat jahiliah Arab ternyata sudah memiliki dua hari raya, yakni Nairuz
dan Mahrajan. Kaum Arab Jahiliyah menggelar kedua hari raya itu dengan
menggelar pesta pora. Selain menari-nari, baik tarian perang maupun
ketangkasan, mereka juga bernyanyi dan menyantap hidangan lezat serta minuman
memabukkan.
“Nairuz dan Mahrajan merupakan tradisi hari raya yang berasal dari zaman Persia Kuno?” tulis Ensiklopedi Islam. Setelah turunnya kewajiban menunaikan ibadah puasa Ramadhan pada 2 Hijriah, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan an-Nasa’i, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mengganti kedua hari raya itu dengan hari raya yang lebih baik, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.”
“Nairuz dan Mahrajan merupakan tradisi hari raya yang berasal dari zaman Persia Kuno?” tulis Ensiklopedi Islam. Setelah turunnya kewajiban menunaikan ibadah puasa Ramadhan pada 2 Hijriah, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan an-Nasa’i, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mengganti kedua hari raya itu dengan hari raya yang lebih baik, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.”
Setiap kaum memang memiliki hari
raya masing-masing. Al-Hafiz Ibnu Katsir dalam Kisah Para Nabi dan Rasul,
mengutip sebuah hadis dari Abdullah bin Amar, “Saya mendengar Rasulullah SAW
bersabda: ‘Puasanya Nuh adalah satu tahun penuh, kecuali hari Idul Fitri dan
Idul Adha’.” (HR Ibnu Majah).
Jika merujuk pada hadis di atas,
maka umat Nabi Nuh AS pun memiliki hari raya. Sayangnya, kata Ibnu Katsir,
hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah itu sanadnya dhaif. Rasulullah SAW
membenarkan bahwa setiap kaum memiliki hari raya. Dalam hadis yang diriwayatkan
Imam Bukhari, pernah memarahi dua wanita Anshar memukul rebana sambil
bernyanyi-nyanyi.
“Pantaskah ada seruling setan di
rumah Rasulullah SAW?” cetus Abu Bakar.
“Biarkanlah mereka wahai Abu Bakar! Karena tiap-tiap kaum mempunyai hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita,” sabda Rasulullah SAW.
“Biarkanlah mereka wahai Abu Bakar! Karena tiap-tiap kaum mempunyai hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita,” sabda Rasulullah SAW.
Hari Raya Masa Islam
Hari Raya Idul Fitri untuk pertama
kalinya dirayakan umat Islam, selepas Perang Badar yang terjadi pada 17
Ramadhan 2 Hijriah. Dalam pertempuran itu, umat Islam meraih kemenangan.
Sebanyak 319 kaum Muslimin harus berhadapan dengan 1.000 tentara dari kaum
kafir Quraisy.
Pada tahun itu, Rasulullah SAW dan
para sahabat merayakan dua kemenangan, yakni keberhasilan mengalahkan kaum
kafir dalam Perang Badar dan menaklukkan hawa nafsu setelah sebulan berpuasa.
Menurut sebuah riwayat, Nabi SAW dan para sahabat menunaikan shalat Id pertama
dengan kondisi luka-luka yang masih belum pulih akibat Perang Badar.
Rasulullah SAW pun dalam sebuah
riwayat disebutkan, merayakan Hari Raya Idul Fitri pertama dalam kondisi letih.
Sampai-sampai Nabi SAW bersandar pada Bilal RA dan menyampaikan khutbahnya.
Menurut Hafizh Ibnu Katsir, pada
Hari Raya Idul Fitri yang pertama, Rasulullah SAW pergi meninggalkan masjid
menuju suatu tanah lapang dan menunaikan shalat Id di atas tanah lapang itu.
Sejak itulah, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat menunaikan shalat Id di
lapangan terbuka. Sebelum datangnya Hari Raya Idul Fitri, umat Islam diwajibkan
menunaikan zakat fitrah. Tepat pada 1 Syawal, kaum Muslim disunahkan
melaksanakan shalat Id, baik di lapangan terbuka maupun di masjid, sebanyak dua
rakaat dan kemudian dilanjutkan dengan khutbah.
Hingga kini, Idul Fitri telah
dilakukan kaum Muslimin sebanyak 1.431 kali. Di setiap wilayah atau daerah,
umat Islam memiliki tradisi masing-masing untuk merayakan dan mengisi hari raya
itu. Bahkan, di setiap daerah dan negara, umat Islam memiliki istilah sendiri
untuk menyebut Idul Fitri.
Sejatinya, menurut Prof HM
Baharun, hakikat Idul Fitri adalah perayaan kemenangan iman dan ilmu
atas nafsu di medan jihad Ramadhan. Setelah berhasill menundukkan nafsu, kaum
Muslim yang berpuasa di bulan Ramadhan dapat “kembali ke fitrah” (Idul Fitri),
yakni kembali ke asal kejadian.
semoga artikel
diatas bermanfaat buat kita semua terima kasih telah mengunjungi blog ini.
Diposkan oleh Rinjana Misaqi
0 komentar:
Posting Komentar