Rabu, 30 Oktober 2013

Petik Laut

Posted by Hari Pendidikan Nasional 2020 19.25, under | No comments



Tradisi Petik Laut di Puger

Segoro Kidul atau Samudera Indonesia menjadi ladang penghidupan bagi masyarakat Puger yang sebagian besar sebagai nelayan. Puger sendiri merupakan pelabuhan laut yang berfungsi sebagai pangkalan dari para nelayan dan pelaut dengan bukti keberadaan Tempat Penampungan Ikan (TPI) terbesar di Jawa Timur.
Puger saat ini sebagai Kecamatan di Kabupaten Jember meliputi 13 (tiga belas) desa, yang di antaranya Desa Puger Wetan dan Desa Puger Kulon. Dalam perjalanan sejarahnya, Kota Puger yang sekarang sebagai kota kecamatan memiliki fakta-fakta dan nilai-nilai historis yang mendorong perkembangan Kabupaten pada umumnya.
Tradisi dan budaya yang berkembang di Puger tidak dapat dilepaskan dari kondisi alam yang didominasi lautan luas Samudera Indonesia. Tradisi dan budaya nelayan menjadi dominan dalam masyarakat Puger. Masyarakat yang tinggal di Puger merupakan masyarakat yang multikultura, diantara terdapat suku Mandar, Jawa, Madura, China serta sebagian kecil keturunan Eropa / Belanda campuran.
Petik Laut atau ada yang menyebut dengan Larung Sesaji, salah satu tradisi tahunan yang ada di Puger, merupakan bentuk pengaruh kondisi alam yang didominasi oleh Lautan. Petik Laut dapat dilihat sebagai interaksi kehidupan manusia dengan alam semesta yang menyediakan berbagai sumber kehidupan baik itu ikan-ikannya maupun sumber daya alam lainnya.
Riwayat kegiatan Petik Laut tidak dapat dilepaskan dari kisah tentang Buyut Jirin yang turun temurun sebagai cerita rakyat yang berkembang dalam masyarakat Puger. Buyu Jirin, begitu masyarakat Puger menyebutnya, secara turun temurun diakui sebagai sesepuh Puger.
Buyut Jirin adalah seorang perempuan yang berasal dari Mataram. Buyut Jirin, berdasarkan keterangan keturunan ketiga Nuraman Jupri lahir 1946 (17/4/2012), pada masa hidup sebagai penasehat atau dukun bagi para penjabat pemerintahan di Puger.
Asal usul Buyut Jirin sampai di Puger dengan melakukan perjalanan kaki dari Mataram ke Puger. Kemudian di Puger Buyut Jirin menikah dengan seorang laki-laki yang tinggal di Puger.
Buyut Jirin mempunyai kegemaran tikarat. Tempat yang sering dikunjungi untuk melakukan tikarat adalah Pulau Nusa Barong yang terdapat makam Mbah Sindu. Ombak Segoro Kidul / Samudera Indonesia terkenal sangat besar-besar. Sehingga tak jarang perahu nelayan terhempas ombak hingga karam. Plawangan / Pancer menjadi tempat yang berbahaya dilewati perahu nelayan, karena di tempat sering terjadi perahu karam akibat diterpa ombak besar.
Buyut Jirin dalam suatu waktu tatkala melakukan tirakan mendapat wisik agar melakukan SEDEKAH PANCER. Tujuan diadakan SEDEKAH PANCER ini memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan warga Puger, terutama bagi nelayan yang melaut untuk menangkap ikan di Segoro Kidul.
Ketokohan Buyut Jirin dan kepercayaan masyarakat Puger bahwa Buyut Jirin merupakan orang linuwih (yang mempunyai kemampuan supranatural lebih dibandingkan lainnya) maka SEDEKAH PANCER. Sedekah Pancer dilakukan dengan melarung sesaji ke laut sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Puger karena karunia dari SANG KHALIK telah diberi sumber daya alam yang kaya. Sedekah Pancer menjadi acara tahunan setiap menjelan Bulan Suro atau Muharam. Sedekah Pancer ini kemudian menjadi dasar acara PETIK LAUT yang dilakukan pemerintah Desa Puger Wetan dan Puger Kulon yang difasilitasi Kecamatan Puger setiap tahunan dan menjadi tradisi yang dilestarikan oleh masyarakat Puger.

Dari : Situs resmi Pemkab Jember



Sabtu, 05 Oktober 2013

Dimana Ka'bah?

Posted by Hari Pendidikan Nasional 2020 23.41, under | No comments

Ka'bah
 di Masjidil Haram Makkah, Arab Saudi 
 REPUBLIKA.CO.ID, Allah mengikuti persangkaan hamba-Nya. Jika sang hamba berprasangka baik dengan berharap Allah memberinya kemudahan agar bisa mencium Hajar Aswad, jalan menuju kesana akan dipermudah Allah.
Terkadang, cerita tentang mencium batu hitam di pojok Ka’bah itu berbau penuh mitos. Banyak kisah di luar nalar maupun logika.
Sulaiman, seorang pembimbing ibadah haji dan umrah, menceritakan, sewaktu dia masih bermukim di Makkah pada 2000-an, kala itu, dia seusai menunaikan tawaf. Setelah menuntaskan tujuh putaran, dia merapat ke dinding Ka’bah. Alhamdulillah, dia dimudahkan untuk menciumnya.
Selesai mencium, keluarlah dia dari perputaran massa sekitar Ka’bah. Saat itu, dia didatangi seorang wanita setengah baya bertampang Arab. Dari dialeknya, Sulaiman mengidentifikasinya sebagai orang bekewarganegaraan Saudi. “Fen Ka’bah?” tanya wanita itu ke Sulaiman.
“Fen Ka’bah” berasal dari kalimat “fii aina Ka’bah” atau “di mana Ka’bah”. Orang Arab sering menggunakan bahasa pasaran atau bahasa gaul (fushah). “Fii aina” diganti menjadi “fen”.
“Padahal, si ibu sedang ada di depan Ka’bah, tapi dia malah minta ditunjukkan di mana Ka’bah,” kata Sulaiman. Walau ditunjukkan kalau Ka’bah di depannya, dia tetap tidak bisa melihat bangunan berbentuk persegi di tengah-tengah Masjidil Haram yang menjadi kiblat semua Muslim saat menunaikan shalat itu.
Kisah tentang mencium Hajar Aswad juga diungkap Hasibulloh, mukimin Saudi (orang Indonesia yang bermukim) yang diperbantukan sebagai petugas haji di Sektor Khusus. Sektor Khusus bertugas mengawasi jamaah haji Indonesia yang terlepas dari rombongan maupun yang kehilangan uang atau barang.
Hasibulloh yang sudah 15 tahun bermukim di Saudi ini mengisahkan bagaimana dia dengan mudahnya mencium Hajar Aswad. Sebelum memulai tawaf, dia selalu berdoa agar diberi jalan lurus mencium Hajar Aswad. Intinya, dimudahkan untuk mencium batu hitam tersebut.
Setelah menyelesaikan tujuh putaran tawaf, Hasibulloh merapat ke Hajar Aswad. Entah mengapa, seolah jalan terbuka baginya. Padahal, waktu itu di sekitaran area tawaf penuh sesak oleh jamaah.
Dalam ibadah haji yang kedua, merasa mudah mencium Hajar Aswad, Hasibulloh yang sekarang menjadi mutowif (pembimbing ibadah umrah dan haji) pun melenggang tujuh putaran. Dengan kondisi jamaah yang hampir sama sewaktu kali pertama mencium Hajar Aswad, dia pun percaya diri kali ini bisa mengulanginya.
Apa yang terjadi? Karena bergumam dalam hati mudah mencium Hajar Aswad, kali ini dia justru gagal. Tubuhnya terimpit di tengah-tengah pergerakan jamaah. “Sampai-sampai saya sesak napas, badan kayak remuk. Saya mesti merangkak di bawah kaki orang untuk keluar dari arus putaran jamaah di pinggiran Ka’bah,” kata Hasibulloh mengenang.
Setelah keluar dari arus putaran itu, sesak napas yang dia rasakan tadi pun hilang. “Dada saya seolah lega lagi,” katanya.
Fikri Syaukani, awak Media Center Haji, merasakan hal serupa. Tinggal beberapa langkah lagi mendekat Ka’bah, konsentrasi yang semula fokus mencium Hajar Aswad buyar. Dia berusaha melindungi tas kecil di pinggangnya yang dia rasakan sedang digerayangi orang. “Wah HP hilang nih,” katanya.
Lantaran konsentrasinya buyar, Fikri langsung terdorong menjauh dari Hajar Aswad. “Padahal, jaraknya sudah sedikit lagi,” kata Fikri.
Lain lagi cerita Lukmanul Hakim, mukimin yang sudah 12 tahun tinggal di Saudi. Lukman yang sudah 12 kali ibadah haji ini tidak punya pengalaman aneh mencium Hajar Aswad. “Memang bagusnya mencium Hajar Aswad seusai musim haji pada Muharam atau Safar,” kata Lukman.
Harian Republika

Karena Ubur-ubur, Reaktor Nuklir Terbesar Swedia Mati

Posted by Hari Pendidikan Nasional 2020 23.13, under | No comments


Ubur-ubur

Ini bukan kali pertama ubur-ubur jadi biang keladi matinya reaktor.


VIVAnews - Sebuah instalasi reaktor nuklir terbesar di dunia yang berada sebelah tenggara Swedia terpaksa ditutup karena invasi ribuan ubur-ubur. Binatang laut seperti agar-agar ini memasuki pipa pendingin reaktor, membuat air tidak bisa disalurkan.

Diberitakan CNN, Rabu 2 Oktober 2013, insiden ini terjadi di instalasi pembangkit tenaga nuklir Oskarshamn di Laut Baltik, Selasa waktu setempat. Reaktor yang dimatikan adalah yang terbesar di instalasi tersebut, yaitu nomor 3 yang menghasilkan 1.400 megawatt listrik.

Anders Osterberg, juru bicara operator reaktor, Oskarshamns Kraftgrupp AB, mengatakan bahwa ubur-ubur jenis bulan ini masuk melalui pipa yang terletak 60 kaki di bawah permukaan laut. Pipa ini digunakan mengalirkan air untuk mendinginkan reaktor dan sistem turbin.

Osterberg mengatakan, untungnya ubur-ubur belum mencapai ke filter atau reaktor, sehingga tidak ada resiko kecelakaan nuklir. Ubur-ubur itu juga tidak mati karena tekanan dari sistem filtrasi atau terebus dalam air panas. "Tidak akan ada makan malam ubur-ubur rebus," kata dia berkelakar.

Ubur-ubur ini telah disingkirkan dari pipa tersebut dan operasi reaktor telah dilanjutkan. Kendati demikian, Osterberg mengatakan bahwa tidak ada jaminan ubur-ubur itu tidak kembali. Pasalnya, kejadian ini pernah terjadi sebelumnya, yaitu tahun 2005.

Ubur-ubur jenis bulan kerap ditemui di perairan dengan berbagai kondisi air. Binatang yang bisa menyengat ini juga pernah membuat mati reaktor nuklir di beberapa wilayah sejak tahun 1999 lalu. Di antaranya adalah di Filipina, Jepang, Israel, Amerika Serikat dan Skotlandia. (eh)





script type=”text/javascript” src=”http://pamungkaz.googlepages.com/snow.js”>