Sabtu, 05 Oktober 2013

Dimana Ka'bah?

Posted by Hari Pendidikan Nasional 2020 23.41, under | No comments

Ka'bah
 di Masjidil Haram Makkah, Arab Saudi 
 REPUBLIKA.CO.ID, Allah mengikuti persangkaan hamba-Nya. Jika sang hamba berprasangka baik dengan berharap Allah memberinya kemudahan agar bisa mencium Hajar Aswad, jalan menuju kesana akan dipermudah Allah.
Terkadang, cerita tentang mencium batu hitam di pojok Ka’bah itu berbau penuh mitos. Banyak kisah di luar nalar maupun logika.
Sulaiman, seorang pembimbing ibadah haji dan umrah, menceritakan, sewaktu dia masih bermukim di Makkah pada 2000-an, kala itu, dia seusai menunaikan tawaf. Setelah menuntaskan tujuh putaran, dia merapat ke dinding Ka’bah. Alhamdulillah, dia dimudahkan untuk menciumnya.
Selesai mencium, keluarlah dia dari perputaran massa sekitar Ka’bah. Saat itu, dia didatangi seorang wanita setengah baya bertampang Arab. Dari dialeknya, Sulaiman mengidentifikasinya sebagai orang bekewarganegaraan Saudi. “Fen Ka’bah?” tanya wanita itu ke Sulaiman.
“Fen Ka’bah” berasal dari kalimat “fii aina Ka’bah” atau “di mana Ka’bah”. Orang Arab sering menggunakan bahasa pasaran atau bahasa gaul (fushah). “Fii aina” diganti menjadi “fen”.
“Padahal, si ibu sedang ada di depan Ka’bah, tapi dia malah minta ditunjukkan di mana Ka’bah,” kata Sulaiman. Walau ditunjukkan kalau Ka’bah di depannya, dia tetap tidak bisa melihat bangunan berbentuk persegi di tengah-tengah Masjidil Haram yang menjadi kiblat semua Muslim saat menunaikan shalat itu.
Kisah tentang mencium Hajar Aswad juga diungkap Hasibulloh, mukimin Saudi (orang Indonesia yang bermukim) yang diperbantukan sebagai petugas haji di Sektor Khusus. Sektor Khusus bertugas mengawasi jamaah haji Indonesia yang terlepas dari rombongan maupun yang kehilangan uang atau barang.
Hasibulloh yang sudah 15 tahun bermukim di Saudi ini mengisahkan bagaimana dia dengan mudahnya mencium Hajar Aswad. Sebelum memulai tawaf, dia selalu berdoa agar diberi jalan lurus mencium Hajar Aswad. Intinya, dimudahkan untuk mencium batu hitam tersebut.
Setelah menyelesaikan tujuh putaran tawaf, Hasibulloh merapat ke Hajar Aswad. Entah mengapa, seolah jalan terbuka baginya. Padahal, waktu itu di sekitaran area tawaf penuh sesak oleh jamaah.
Dalam ibadah haji yang kedua, merasa mudah mencium Hajar Aswad, Hasibulloh yang sekarang menjadi mutowif (pembimbing ibadah umrah dan haji) pun melenggang tujuh putaran. Dengan kondisi jamaah yang hampir sama sewaktu kali pertama mencium Hajar Aswad, dia pun percaya diri kali ini bisa mengulanginya.
Apa yang terjadi? Karena bergumam dalam hati mudah mencium Hajar Aswad, kali ini dia justru gagal. Tubuhnya terimpit di tengah-tengah pergerakan jamaah. “Sampai-sampai saya sesak napas, badan kayak remuk. Saya mesti merangkak di bawah kaki orang untuk keluar dari arus putaran jamaah di pinggiran Ka’bah,” kata Hasibulloh mengenang.
Setelah keluar dari arus putaran itu, sesak napas yang dia rasakan tadi pun hilang. “Dada saya seolah lega lagi,” katanya.
Fikri Syaukani, awak Media Center Haji, merasakan hal serupa. Tinggal beberapa langkah lagi mendekat Ka’bah, konsentrasi yang semula fokus mencium Hajar Aswad buyar. Dia berusaha melindungi tas kecil di pinggangnya yang dia rasakan sedang digerayangi orang. “Wah HP hilang nih,” katanya.
Lantaran konsentrasinya buyar, Fikri langsung terdorong menjauh dari Hajar Aswad. “Padahal, jaraknya sudah sedikit lagi,” kata Fikri.
Lain lagi cerita Lukmanul Hakim, mukimin yang sudah 12 tahun tinggal di Saudi. Lukman yang sudah 12 kali ibadah haji ini tidak punya pengalaman aneh mencium Hajar Aswad. “Memang bagusnya mencium Hajar Aswad seusai musim haji pada Muharam atau Safar,” kata Lukman.
Harian Republika

0 komentar:

Posting Komentar

script type=”text/javascript” src=”http://pamungkaz.googlepages.com/snow.js”>